Jumat, 25 September 2015

GHIBAH (Perilaku Tercela)

1. Pengertian Ghibah


Ghibah adalah menyebutkan sesuatu yang terdapat pada diri seorang muslim, sedang ia tidak suka (jika hal itu disebutkan). Baik dalam keadaan soal jasmaninya, agamanya, kekayaannya, hatinya, ahlaknya, bentuk lahiriyahnya dan sebagainya. Caranya-pun bermacam-macam. Di antaranya dengan membeberkan aib, menirukan tingkah laku atau gerak tertentu dari orang yang dipergunjingkan dengan maksud mengolok-ngolok.
Ghibah itu termasuk dosa besar. Namun perlu dipahami artinya.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ ». قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ « ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ ». قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِى أَخِى مَا أَقُولُ قَالَ « إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ »
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tahukah engkau apa itu ghibah?” Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Ia berkata, “Engkau menyebutkan kejelekan saudaramu yang ia tidak suka untuk didengarkan orang lain.” Beliau ditanya, “Bagaimana jika yang disebutkan sesuai kenyataan?” Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Jika sesuai kenyataan berarti engkau telah mengghibahnya. Jika tidak sesuai, berarti engkau telah memfitnahnya.” (HR. Muslim no. 2589).
Ghibah kata Imam Nawawi adalah menyebutkan kejelekan orang lain di saat ia tidak ada saat pembicaraan. (Syarh Shahih Muslim, 16: 129).
Dalam Al Adzkar (hal. 597), Imam Nawawi rahimahullah menyebutkan, “Ghibah adalah sesuatu yang amat jelek, namun tersebar dikhalayak ramai. Yang bisa selamat dari tergelincirnya lisan seperti ini hanyalah sedikit. Ghibah memang membicarakan sesuatu yang ada pada orang lain, namun yang diceritakan adalah sesuatu yang ia tidak suka untuk diperdengarkan pada orang lain. Sesuatu yang diceritakan bisa jadi pada badan, agama, dunia, diri, akhlak, bentuk fisik, harta, anak, orang tua, istri, pembantu, budak, pakaian, cara jalan, gerak-gerik, wajah berseri, kebodohan, wajah cemberutnya, kefasihan lidah, atau segala hal yang berkaitan dengannya. Cara ghibah bisa jadi melakui lisan, tulisan, isyarat, atau bermain isyarat dengan mata, tangan, kepala atau semisal itu.”
Bahkan dikatakan dalam Majma’ Al Anhar (2: 552), segala sesuatu yang ada maksud untuk mengghibah termasuk dalam ghibah dan hukumnya haram.
Hukum ghibah itu diharamkan berdasarkan kata sepakat ulama. Ghibah termasuk dosa besar. Sebagian ulama membolehkan ghibah pada non muslim seperti Yahudi dan Nashrani sebagaimana diisyaratkan dalam Subulus Salam (4: 333), sebagiannya lagi tetap melarang ghibah pada kafir dzimmi.

2. Haramnya Ghibah
Masalah ghibah kelihatannya adalah masalah yang sepele dan ringan, akan tetapi sebenarnya masalah ini adalah masalah yang sangat berat karena menyangkut kehormatan seseorang. Apalagi kalau yang dighibah adalah saudara Muslim kamu sendiri yang mana kehormatan seoarang muslim sangat dijaga. Rasululloh SAW bersabda :
إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ حَرَامٌ عَلَيْكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا

“Sesungguhnya darah-darah kalian, harta-harta kalian, (dan juga kehormatan kalian) semua itu adalah haram atas kalian sebagaimana kesucian hari kalian ini (hari ‘Arafah), pada bulan kalian ini dan di negeri kalian yang suci ini.”
Mengenai hukum haramnya ghibah, dalilnya sudah sangat jelas sekali baik yang terdapat dalam Al-Qur’an, hadist Nabi dan kesepakatan kaum muslimin sendiri. Men-ghibah adalah perbuatan kemungkaran yang sangat besar yang sangat diharamkan, bahkan termasuk dari dosa-dosa besar. Hal ini berdasarkan firman Allah ta’ala
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلا تَجَسَّسُوا وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
(artinya) :
“Janganlah sebagian kalian menggunjing/ mengghibahi sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kalian memakan daging saudaranya yang telah mati ? Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (Q.S.Al Hujurat : 12)


 3. Ghibah Yang Dibolehkan
Ghibah dan menfitnah (menuduh tanpa bukti) sama-sama keharaman. Namun untuk ghibah dibolehkan jika ada tujuan yang syar’i yaitu dibolehkan dalam enam keadaan sebagaimana dijelaskan oleh Imam Nawawi rahimahullah. Enam keadaan yang dibolehkan menyebutkan ‘aib orang lain adalah sebagai berikut:
1- Mengadu tindak kezaliman kepada penguasa atau pada pihak yang berwenang. Semisal mengatakan, “Si Ahmad telah menzalimiku.”
2- Meminta tolong agar dihilangkan dari suatu perbuatan mungkar dan untuk membuat orang yang berbuat kemungkaran tersebut kembali pada jalan yang benar. Semisal meminta pada orang yang mampu menghilangkan suatu kemungkaran, “Si Rahmat telah melakukan tindakan kemungkaran semacam ini, tolonglah kami agar lepas dari tindakannya.”
3- Meminta fatwa pada seorang mufti seperti seorang bertanya mufti, “Saudara kandungku telah menzalimiku demikian dan demikian. Bagaimana caranya aku lepas dari kezaliman yang ia lakukan.”
4- Mengingatkan kaum muslimin terhadap suatu kejelekan seperti mengungkap jeleknya hafalan seorang perowi hadits.
5- Membicarakan orang yang terang-terangan berbuat maksiat dan bid’ah terhadap maksiat atau bid’ah yang ia lakukan, bukan pada masalah lainnya.
6- Menyebut orang lain dengan sebutan yang ia sudah ma’ruf dengannya seperti menyebutnya si buta. Namun jika ada ucapan yang bagus, itu lebih baik. (Syarh Shahih Muslim, 16: 124-125)

4. Contoh Perilaku Ghibah
a.      Seorang istri menceritakan kebiasaan jelek suaminya kepada tetangganya  
b.      Toni menceritakan kepada Aris, kalau Dani itu sukanya menyontek ketika ulangan, sering mengantuk di kelas dan suka meminta makanan kepada teman-temannya.

5. Cara Menghindari Perilaku Ghibah
Untuk mengobati kebiasaan ghibah yang merupakan penyakit yang sulit dideteksi dan diobati ini, ada beberapa kiat yang bisa dilaksanakan.
Pertama: Selalu mengingat bahwa perbuatan ghibah adalah penyebab kemarahan dan kemurkaan Allah serta turunnya azab dariNya.
Kedua: Bahwasanya timbangan kebaikan pelaku ghibah akan pindah kepada orang yang digunjingnya. Jika ia tidak sama sekali mempunyai kebaikan sama sekali, maka diambil dari timbangan kejahatan orang yang digunjingnya dan ditambahkan kepada timbangan kejahatannya. Jika mengingat hal ini selalu, niscaya seseorang akan berfikir seribu kali untuk melakukan perbuatan ghibah.
Ketiga: Hendaknya orang yang melakukan perbuatan ghibah mengingat dulu aib dirinya sendiri dan segera berusaha memperbaikinya. Dengan demikian akan timbul perasaan malu pada diri sendiri bila membuka aib orang lain, sementara dirinya sendiri masih mempunyai aib.
Keempat: Jika aib orang yang hendak digunjingnya tidak ada pada dirinya sendiri, hendaknya ia segera bersyukur kepada Allah karena Dia telah menghindarkannya dari aib tersebut, bukannya malah mengotori dirinya dengan aib yang lebih besar yang berupa perbuatan ghibah.
Kelima: Selalu ingat bila ia membicarakan saudaranya, maka ia seperti makan bangkai saudaranya, sebagaimana yang difirmankan Allah: “Dan janganlah sebagian kamu menggunjingkan sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?” (Al-Hujurat: 12).
Keenam: Hukumnya wajib mengingatkan orang sedang melakukan ghibah, bahwa perbuatan tersebut hukumnya haram dan dimurkai Allah.
Ketujuh: Selalu mengingat ayat-ayat Allah dan hadits-hadits yang melarang ghibah dan selalu menjaga lisa agar tidak terjadi ghibah.

6. Taubat Dari Ghibah
Menurut ijma’ ulama ghibah termasuk dosa besar. Pada dasarnya yang melakukan ghibah telah melakukan dua kejahatan: kejahatan terhadap Allah Ta’ala karena telah melakukan perbuatan yang jelas dilarang olehNya dan kejahatan terhadap hak manusia. Maka langkah pertama yang harus diambil untuk menghindari maksiat ini adalah dengan taubat yang mencangkup tiga syarat, yaitu meninggalkan perbuatan tersebut, menyesali perbuatan yang telah dilakukan, dan berjanji untuk tidak melakukannya lagi.
Selanjutnya, harus diikuti langkat kedua untuk menebu kejahatannya atas hak manusia, yaitu dengan mendatangi orang yang digunjingnya kemudian meminta maaf atas perbuatannnya dan menunjukkan penyesalannya. Ini dilakukan bila orang yang dibicarakan mengetahui bahwa ia telah dibicarakan. Namun apabila ia belum mengetahui, maka bagi yang melakukan ghibah atasnya hendaknya mendoakannya dengan kebaikan dan berjanji pada dirinya untuk mengulanginya.
- QS An Nisa 4:148
- QS An Nisa 4:148
- QS An Nisa 4:148

لا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلا مَنْ ظُلِمَ وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا

Artinya: Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

- Hadits riwayat Muslim

حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ قِيلَ مَا هُنَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ فَسَمِّتْهُ وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ.

- Hadits riwayat Ibnu Hibban dan Baihaqi

اذكروا الفاسق بما فيه، يحذره الناس

Artinya: Ceritakan tentang pendosa apa adanya supaya orang lain menjadi takut.

- Hadits riwayat Muslim

كل أمتي معافى إلا المجاهرون

Artinya: Setiap umatku akan dimaafkan kecuali para mujahir.
Mujahir adalah orang-orang yang menampakkan perilaku dosanya untuk diketahui umum

- Hadits riwayat Baihaqi

من ألقى جلباب الحياء فلا غيبة له

Artinya: Barangsiapa yang tidak punya rasa malu (untuk berbuat dosa), maka tidak ada ghibah (yang dilarang) baginya. - See more at: http://www.alkhoirot.net/2013/12/hukum-gosip-ghibah-dalam-islam.html#sthash.OxVA1eTd.dpuf
- QS An Nisa 4:148

لا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلا مَنْ ظُلِمَ وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا

Artinya: Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

- Hadits riwayat Muslim

حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ قِيلَ مَا هُنَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ فَسَمِّتْهُ وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ.

- Hadits riwayat Ibnu Hibban dan Baihaqi

اذكروا الفاسق بما فيه، يحذره الناس

Artinya: Ceritakan tentang pendosa apa adanya supaya orang lain menjadi takut.

- Hadits riwayat Muslim

كل أمتي معافى إلا المجاهرون

Artinya: Setiap umatku akan dimaafkan kecuali para mujahir.
Mujahir adalah orang-orang yang menampakkan perilaku dosanya untuk diketahui umum

- Hadits riwayat Baihaqi

من ألقى جلباب الحياء فلا غيبة له

Artinya: Barangsiapa yang tidak punya rasa malu (untuk berbuat dosa), maka tidak ada ghibah (yang dilarang) baginya. - See more at: http://www.alkhoirot.net/2013/12/hukum-gosip-ghibah-dalam-islam.html#sthash.OxVA1eTd.dpuf

GHADAB (Perilaku Tercela)

1. Pengertian Ghadab




Ghadab yaitu sifat seseorang yang mudah marah. Orang yang memiliki sifat ghadab apabila menyelesaikan masalah tidak mempergunakan cara yang baik dan kekeluargaan, tetapi mengedepankan(mendahulukan) emosinya, sekalipun pada akhirnya ia menyesal. Marah juga berarti suatu kondisi kejiwaan seseorang yang tidak senang terhadap sesuatu, karena tidak sesuai dengan kehendak hatinya. Dalam keadaan marah, kondisi kejiwaan manusia sedang tidak stabil dan cenderung untuk berbuat negatif. Marah itu diciptakan oleh Allah SWT dari api yang ditanam ke dalam diri manusia. Marah termasuk salah satu sifat tercela yang harus dihindari, karena dapat merugikan diri sendiri dan orang lain.

Sifat ghadab harus dijauhi, karena ghadab tidak dapat menyelesaikan masalah bahkan dapat menimbulkan masalah yang baru. Sifat sabar yang dapat mengatasi masalah yang sedang dihadapi. Imam Ghazali mengatakan bahwa orang yang sabar adalah orang yang sanggup bertahan dalam menghadapi gangguan dan rasa sakit serta sanggup memikul beban yang tidak disukainya. Nabi bersabda :
لَيْسَ الشَّدِيْدُ بِالصُّرْعَةِ اِنَّمَا الشَّدِيْدُ الَّذِى يَمْلِكُ نَسْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ (رواه البخارى)

Artinya :
‘Orang yang kuat itu bukanlah orang yang menang berkelahi, tetapi orang kuat ialah yang dapat menguasai dirinya ketika sedang marah. (H.R. Bukhari)

Nabi Muhammad saw juga bersabda yang artinya :
“ Dari Abi Hurairah r.a : Bahwa seorang laki-laki telah berkata kepada nabi saw. Berilah aku nasehat, janganlah engkau jadi pemarah, laki-laki itu kembali berkata lagi beberapa kali, dan nabi saw bersabda : “Janganlah engkau jadi pemarah!” (H.R. Bukhari).


2. Bahaya Ghadab
a. Ghadab melahirkan sifat lemah
b. Ghadab akan dimurkai oleh Allah
c. Jauh dari ampunan dan surga Allah
d. Ghadab akan mudah dimasuki oleh setan.
e. Mudah menimbulkan masalah
f. Mendatangkan kerusakan.

Firman Allah Swt :
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ (الروم: 41)
Artinya :
“ Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Q.S. Ar Rum [30]: 41)


3.  Tingkatan-Tingkatan Ghadab  
1. Tingkatan Rendah
Sikapnya tidak kelihatan marah, sehingga orang lain sulit untuk menilai. Karena, gejolak marahnya yang telah menyebar ditutupi oleh sifat yang tenang
 
2. Tingkatan Sedang
Sikap marahnya kelihatan, tetapi masih dapat dikendalikan oleh akal. ia marah sesuai dengan kadar masalah yang sedang dihadapi
 
3. Tingkatan Tinggi
Sikap marahnya cepat kelihatan, karena marahnya berlebihan. Marah semacam ini sulit dikendalikan oleh akal, karena sikapnya sudah dikendalikan oleh nafsu. Orang yang memiliki sifat marah tingkatan tinggi disebut pemarah.


4. Contoh Perbuatan Ghadab
a. Dalam pertandingan sepak bola antara kesebelasan Persepa dengan Persatu, terjadi perkelahian antar pemain. Hal ini disebabkan karena Ahmad, salah satu pemain dari Persepa tanpa sengaja menjatuhkan Aditya , pemain dari Persatu. Ahmad sudah meminta maaf kepada Aditya, tetapi permintaan maaf Ahmad dibalas dengan pukulan ke wajah Ahmad oleh Adtya. Hal inilah yang menjadi penyebab terjadinya perkelahian diantara pemain.
b. Pada saat melihat hiburan dalam acara peringatan HUT RI yang diadakan di kecamatan Petarukan, Rozaq tanpa sengaja menyenggol seorang pemuda yang berada di sampingnya dan ia meminta maaf kepada pemuda itu. Pemuda itu tidak terima dan mengajak berkelahi, tetapi Rozaq tidak menanggapinya. Dan tanpa disadari oleh Rozaq, pemuda itu melayangkan pukulan ke arah wajahnya, dengan gerak reflek Rozaq mampu menagkis dan memegang tangan pemuda itu tanpa membalas pukulan itu, dan pemuda itu tidak berkutik lagi. Sambil memegang kedua tangan pemuda itu, Rozaq sekali lagi meminta maaf. Akhirnya pemuda itu menyadari kekeliruannya, dan iapun meminta maaf.

5.  Cara menghindari sifat ghadab
a. Mewaspadai bahaya ghadab
b. Sadarilah bahwa ghadab menjadi sumber mara bahaya
c. Tanam dan tumbuh kembangkanlah sifat sabar, karena orang yang sabar akan disayang Allah Swt.
Firman Allah Swt :

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ إِنَّ اللهَ مَعَ الصَّابِرِينَ (البقرة: 153)
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) salat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Q.S. Al Baqarah [2] : 153)

Sabar dapat menyelesaikan persoalan tanpa menimbulkan masalah.
d. Berusaha untuk mengoreksi kekurangan dan kesalahannya sendiri
e. Melatih diri untuk dapat memiliki banyak kesabaran.
Cara meredam ghadab, antara lain ;

1. Bila kita sedang marah dalam keadaan berdiri, maka segeralah duduk,
2. Apabila dengan duduk belum juga bisa hilang rasa marahnya, maka berbaringlah,
3. Jika dengan berbaring juga belum hilang rasa marahnya, maka ambillah air untuk wudhu (berwudhulah), kemudian salat.

Rabu, 16 September 2015

ANANIAH (Perilaku Tercela)

1. Pengertian Ananiah
 

Ananiah atau Egois adalah perilaku yang selalu tidak mau tahu dengan kepentingan orang di sekitarnya. Egois juga dapat diartikan suatu sikap yang selalu mementingkan diri sendiri. Perilaku ini juga cenderung hampir sama dengan perilaku angkuh atau sombong. Sifat Ananiah akan mendatangkan kebinasaan bagi pemilik sifat tersebut. Ananiah termasuk sifat tercela yang harus dijauhi oleh setiap orang mukmin. Sebab, dapat menjerumuskan manusia kepada sikap individualistik (kesendirian) dan membuka jalan kepada sikap permusuhan dan kebencian di antara sesama manusia.
Sifat Ananiah selanjutnya dapat menimbulkan sikap sombong. Kedua sifat ini, sama-sama tidak memperdulikan keadaan orang lain dan cenderung mementingkan urusannya sendiri. Orang yang memiliki sifat ananiah, selalu menilai sesuatu berdasarkan dirinya sendiri dan tidak memperdulikan orang lain. Sikap Egoisme sangat bertentangan dengan kodrat manusia. Karena pada dasarnya, manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berdampingan dengan sesamanya dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, melainkan selalu mau untuk bekerja sama dengan orang lain. Allah SWT memerintahkan agar kita hidup untuk saling tolong-menolong dan memiliki kepedulian terhadap orang lain.
Sebagaimana Firman Allah SWT yang artinya: "Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran."(QS. Al-Maaidah :2).

2. Contoh Perilaku Ananiah dalam Kehidupan Sehari-hari
a. Tetangganya terkena musibah atau mempunyai hajatan, ia (pelaku perilaku ananiah) seolah-olah tidak tahu menahu dengan keadaan tetangganya itu
b). Dia (pelaku perilaku ananiah) sedang melakukan pekerjaan dan mengalami kesulitan. Kemudian temannya datang untuk membantunya, malah temannya itu ditolak bantuannya hingga dicaci maki.
3. Pada saa musyawarah untuk pemilihan ketua kelas di sekolah, kamu mengajukan usul atau saran yang kamu miliki. Akan tetapi, bukan berarti usul tersebut harus diterima oleh semua orang. Karena, untuk mencapai keputusan akhir (mufakat) harus berdasarkan kepentingan bersama.
Sikap seperti ini sangat dilarang di dalam agama Islam. Karena, akan menimbulkan bibit-bibit perpecahan di kalangan umat manusia.
Dan hingga Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya: "Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat kepada manusia lainnya."(HR. Bukhori)
Serta dalam Hadits lain yang artinya: "Barangsiapa tidak mementingkan urusan umat islam, maka tidaklah ia termasuk dari golongan mereka itu. Dan barangsiapa yang dalam sehari-hari tidak berlaku jujur kepada Allah, kepada rasul-Nya, kepada kitab-Nya, kemudian kepada imam (pemimpin) mereka dan kaum muslim, tidaklah ia dari mereka."(HR. Muslim)

3. Akibat dari Perilaku Ananiah
1. Sulit mendapatkan bantuan jika mendapatkan kesulitan
2. Termasuk bagian dari akhlak tercela (Akhlakul Madzmumah)
3. Dijauhi orang lain
4. Mudah menimbulkan sifat sombong dan angkuh
5. Dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya.

4. Cara Menghindari Perilaku Ananiah
1. Senantiasa sadar bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, tanpa bantuan orang lain. Hal ini tercermin dalam Pancasila sila ke-2 (Kemanusiaan yang Adil dan Beradab)
2. Menghargai pendapat atau saran dari orang lain
3. Senantiasa menyadari bahwa setiap manusia mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing
4. Hindarilah pergaulan dengan mereka yang memiliki sikap egois, suka mementingkan diri sendiri, dan tidak memiliki ilmu yang cukup
5. Perbanyak bergaul dengan orang-orang yang bijak, banyak ilmunya, mulia akhlaknya, sehingga kelak dapat meneladaninya dalam kehidupan sehari-hari.

TASAMUH (Perilaku Terpuji)

1. Pengertian Tasamuh


Secara bahasa tasamuh artinya toleransi, tenggang rasa atau saling menghormati terhadap hak atau kepentingan orang lain. Sedangkan secara istilah tasamuh adalah satu sikap yang senantiasa saling menghormati dan menghargai sesama manusia.
Toleransi merupakan sebuah sikap yang sangat terpuji. Karena didalamnya mengandung unsur-unsur persamaan hak dan kewajiban. Karena masing-masing individu atau kelompok atau bahkan masyarakat memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Dengan mengedepankan sikap tasamuh, maka akan terjalin hubungan yang positif, nyaman dan damai antar sesama manusia.
Selain kebutuhan yang bersifat fisik, manusia juga memerlukan kebutuhan yang bersifat rohani. Diantara bentuk kebutuhan rohani adalah rasa kasih sayang, toleransi, kebersamaan, penghargaan atas prestasi, pengakuan dan penghormatan dari orang lain. Karena manusia adalah makhluk sosial, maka manusia tidak akan mampu bertahan hidup sendirian. Ia akan membutuhkan orang lain dalam situasi dan kondisi tertentu. Untuk itulah perlunya sikap saling menghargai antar sesama manusia.
Agama Islam secara tegas menyatakan bahwa sikap tasamuh tidak memandang suku, bangsa, agama dan ras. Di hadapan Allah swt, semua manusia dalam posisi yang sama. Satu yang membedakan hanyalah tingkat ketakwaan kita terhadap Allah swt.
Sebagaimana firman Allah swt berikut ini :
يَاأَيُّهَاالنَّاسُ اِناَّخَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍوَّاُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوْبًاوَّقَباَئِلَ لِتَعَارَفُوْاط اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَاللهِ اَتْقَيكُمْط اِنَّ اللهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ(الحجرات :
  • ”Ya ayyuhannasu inna khalaqnakum min dakarin wa unsa waja’alnakum syu’uban waqabaila lita’arafu. Inna akramakum ’indallahi atqakum. Innallaha ’alimun khabirun”. (QS. Al- Hujurat : 39/13)
  • Artinya : ”Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah SWT adalah orang yang paling bertakwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah SWT Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS. Al- Hujurat : 49/13)
Sikap tasamuh atau toleransi hanyalah berlaku bagi urusan-urusan di dunia. Apabila menyangkut urusan akherat, maka ada syariat tersendiri. Karena setiap pribadi pada kehidupan akherat membawa catatan perbuatannya sendiri. Untuk itu diperlukan sikap toleransi dalam urusan-urusan tertentu. Jika pada masalah pokok agama, maka tidak diperkenankan adanya toleransi.
Sedangkan jika pada masalah-masalah teknis atau ibadah gairu mahda diperlukan sikap toleransi. Karena tanpa adanya toleransi tentunya yang ada hanyalah perdebatan-perdebatan dan akhirnya berujung pada pertengkaran yang panjang. Untuk itulah, sikap tasamuh sangat penting bagi setiap individu yang menginginkan kedamaian, ketentraman dan kesejukan dalam kehidupan. Sebagaimana firman Allah swt berikut :
”Allahu rabbuna warabbukum, lana a’maluna walakum a’malukum. La hujjata bainana wabainakum. Allahu yajma’u bainana. Wailahil masiru”. (QS. Asy- Syura : 42/15)
Artinya : ”Allahlah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu. Allah SWT mengumpulkan antara kita dan kepada Allah SWT lah (kita) kembali”. (QS. Asy- Syura : 42/15)
Sabda Rasulullah SAW
”Masalulmukmini fi tawaddihim watarahumihim wata’atufihim kamasaliljasadi idasytaka minhu ’udwun tada’a lahu sairuljasadi bissahari walhumma”. (HR. Bukhari : 5552)
Artinya : Perumpaan orang beriman di dalam cinta mencintai, sayang menyayangi dan kasih mengasihi adalah seperti tubuh. Apabila salah satu anggota tubuh sakit, anggota tubuh yang lainnya turut merasakannya yaitu tidak dapat tidur dan merasa panas”. (HR. Bukhari 5552)

2. Contoh perilaku tasamuh
  • Pada hari Minggu warga perumahan Persada Bumi Putra Sragen mengadakan kerja bakti dalam rangka menyambut peringatan HUT RI Ke- 55. Pak Yohanes adalah salah seorang warga perumahan yang beragama Kristen. Sebelum berangkat ke gereja, Pak Yohanes menyampaikan permohonan maaf kepada warga bahwa ia datang terlambat karena mengikuti kebaktian di gereja. Semua warga kemudian memakluminya.
  • Pada saat bulan Ramadhan, warung makan Bu Sumini menutup warungnya pada pagi hari hingga asar selama bulan ramadhan. Karena warungnya berada di sekitar masjid. Menjelang buka puasa, baru bu sumini membuka warungnya. Hal ini dilakukan untuk menghormati umat Islam yang sedang menjalankan puasa.
  • Memberikan kesempatan kepada orang lain untuk beribadah
  • Tidak menghina atau mencela penganut agama lainnya
  • Bekerja sama adalam bidang ekonomi sosial, meskipun berbeda agama.
3. Fungsi bersikap tasamuh
  • Menjaga kerukunan dan keharmonisan dalam pergaulan antar sesama umat manusia
  • Memperbanyak persaudaraan dan persahabatan
  • Menunjukkan jiwa besar yang mau mengalah untuk kepentingan bersama
  • Menghilangkan kesulitan yang ada pada diri sendiri maupun pada orang lain
Marilah kita renungkan dan amati suasana kehidupan bangsa Indonesia. Kita harus merasa bangga akan tanah air kita dan juga kita harus bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kita telah dikaruniai tanah air yang indah dengan aneka ragam kekayaan alam yang berlimpah ditambah lagi beraneka ragam suku, ras, adat istiadat, budaya, bahasa, serta agama dan lain-lainnya. Kondisi bangsa Indonesia yang pluralistis menimbulkan permasalahan tersendiri, seperti masalah Agama, paham separatisme, tawuran ataupun kesenjangan sosial. Dalam kehidupan masyarakat Indonesia, kerukunan hidup antar umat beragama harus selalu dijaga dan dibina. Kita tidak ingin bangsa Indonesia terpecah belah saling bermusuhan satu sama lain karena masalah agama.Toleransi antar umat beragama bila kita bina dengan baik akan dapat menumbuhkan sikap hormat menghormati antar pemeluk agama sehingga tercipta suasana yang tenang, damai dan tenteram dalam kehidupan beragama termasuk dalam melaksanakan ibadat sesuai dengan agama dan keyakinannya melalui toleransi diharapkan terwujud ketenangan, ketertiban serta keaktifan menjalankan ibadah menurut agama dan keyakinan masing-masing. Dengan sikap saling menghargai dan saling menghormati itu akan terbina kehidupan yang rukun, tertib, dan damai.

QANA'AH (Perilaku Terpuji)

1. Pengertian Qana’ah


Qana‟ah artinya sikap merasa cukup atau menerima apa adanya terhadap segala usaha yang telah dilaksanakannya. Sifat qana‟ah akan mengendalikan diri seseorang dari keinginan memenuhi hawa nafsu. Sebagai seorang muslim yang berjiwa kuat, sikap qana’ah tentunya sangat penting untuk dimiliki. Dengan sikap qana’ah seorang muslim akan terhindar dari rasa rakus dan serakah ingin menguasai sesuatu yang bukan miliknya. Seseorang yang memiliki sikap qana’ah akan merasa kecukupan dan selalu berlapang dada. Dalam dirinya yakin akan apa yang ia peroleh dari usahanya adalah atas kehendak Allah SWT. Ia sadar bahwa hanya Allah yang mengatur rejeki, hidup, mati dan jodoh seseorang.
Rasulullah SAW bersabda :

 عَنْ عَبْدِاللهِ ابْنِ عُمَرَقاَلَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : قَدْاَفْلَحَ مَنْ اَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًاوَقَنَّعَهُ اللهُ بِماَاتَهُ 

  • ”An abdillahibni ’umara qala, qala rasulullahi sallallahu ’alaihi wa sallama qad aflaha man aslama waruziqa kafafan wa qanna’ahullahu bima atahu”. (HR. Muslim)
  • Artinya : ”Abdullah bin Umar berkata, ”Bersabda Rasulullah SAW, ”Sungguh beruntung orang-orang yang masuk Islam, mendapat rejeki secukupnya dan ia merasa cukup dengan apa yang telah Allah berikan kepadanya”. (HR. Muslim)

عن ابى هريرة رضي الله عنه قال : قَالَ النبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلكِنَّ الْغِنَى غِنىَ النَّفْسِه 

  • “An abi hurairata radiyallahu ‘anhu qala, qala rasulullahi sallallahu ’alaihi wa sallama laisal gina ’ankasratil aradi walakinnalgina ginannafsi”. (HR. Bukhari dan Muslim)
  • Rasulullah saw bersabda, ” Bukannya kekayaan itu karena banyak hartanya, melainkan kekayaan yang sebenarnya adalah kaya hatinya”. ”. (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Membiasakan Perilaku Qana’ah
 
Sikap qana’ah perlu kita bina sejak masih kecil. Sikap qana’ah ini berkaitan erat dengan berapa dan apa harta yang ia dapatkan di dunia. Jika kita mampu mengendalikan diri dari urusan-urusan dunia, maka pembiasaan qana’ah inilah yang berperan aktif. Pembiasaan qana’ah dapat diterapkan dengan hidup sederhana, mensyukuri setiap mendapatkan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya dan tidak mengeluh atas kondisi hidup yang sedang dijalaninya.
Qana’ah dalam kaitannya dengan siswa dapat dibiasakan melalui pemberian uang jajan yang tidak melebihi batas kewajaran. Setiap siswa pasti mendapatkan uang jajan dari orang tuanya ketika pergi ke sekolah. Sebagai siswa yang baik, kamu harus mensyukuri berapapun uang yang dikasih oleh orang tua. Bahkan kalau perlu kamu tidak jajan dan menabung uang tersebut.

3. Contoh perilaku Qana’ah
 
Perhatikan pengalaman hidup berikut !
Shofa adalah seorang siswa kelas 9 di sebuah SMP. Setiap hari ia pergi ke sekolah dengan berjalan kaki. Padahal jarak rumah menuju sekolahnya kurang lebih 9 KM. Shofa bersyukur kepada Allah SWT, karena orang tuanya masih mampu menyekolahkan sampai tingkat SMP. Ia berangkat ke sekolah pagi-pagi benar agar tidak terlambat datang ke sekolah. Shofa tidak merasa canggung dengan teman-temannya yang berasal dari keluarga mampu. Mereka difasilitasi oleh orang tuanya sepeda motor. Shofa tetap setia berjalan kaki pergi ke sekolah. Hal ini dikarenakan kemampuan ekonomi orang tuanya, meskipun banyak yang senasib shofa memaksakan diri membeli motor. Namun shofa tidak mau menyusahkan orang tuannya. Bagaimana sikap kamu jika menjadi Shofa ?
Berikut beberapa sikap yang mencerminkan qanaah :
  1. Senantiasa bersyukur atas nikmat Allah SWT
  2. Hidup sederhana
  3. Senantiasa mau berinfak  dijalan Allah SWT
  4. Tidak putus asa / cemas dalam menghadapi masalah
4. Fungsi bersikap Qana’ah
 
Bersikap qana’ah berarti menanamkan pola hidup sederhana. Qana’ah tetap dilakukan ketika dalam keadaan miskin atau ketika sudah merasa kecukupan hidup di dunia. Sikap qana’ah merupakan sikap yang baik dan perlu dilestarikan, karena qana’ah memiliki fungsi bagi kehidupan umat Islam di dunia ini. Diantaranya adalah :
a. Mendidik pola hidup sederhana
b. Mendidik perilaku yang ikhlas terhadap segala kejadian
c. Meningkatkan keimanan, ketakwaan dan tawakkal
d. Meningkatkan rasa syukur kepada AllahSWT

JUJUR (Perilaku Terpuji)

1. Pengertian Jujur


Kata jujur adalah kata yang digunakan untuk menyatakan sebuah kebenaran atau bisa dikatakan sebuah pengakuan akan sesuatu yang benar. Semisal apabila ada seseorang  yang  menceritakan informasi tentang  gambaran  suatu kejadian atau peristiwa kepada orang lain tanpa ada “perubahan” (sesuai dengan realitasnya ) maka sikap yang seperti itulah yang disebut dengan jujur.
         Menurut al-Raghib, jumhur ulama’ berkata : “kebenaran atau kejujuran adalah bila sesuai dengan realitas, sedangkan kedustaan adalah ketika berbeda dengan realitas”. Ulama’ lain berkata : “kebenaran adalah apa yang sesuai dengan keyakinan, sedangkan kedustaan adalah apa yang berbeda dengan keyakinan”. Kejujuran (kebenaran) ialah nilai dari keutamaan yang utama-utama dan pusat akhlak, dimana dengan kejujuran maka suatu bangsa menjadi teratur, segala urusan menjadi tertib dan perjalananya adalah perjalanan yang mulia. Kejujuran akan mengangkat harkat pelakunya di tengah manusia, maka ia menjadi orang terpercaya, pembicaraanya disukai, ia dicintai orang-orang, ucapanya diperhitungkan oleh para penguasa, dan persaksianya diterima di pengadilan. Dengan ini Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk berlaku jujur, sebagaimana juga Al-Qur’an memerintahkan kepada kita dalam firmanya Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan bersamalah kalian dengan orang-orang yang benar atau jujur”. (9/Al-Taubah 119.)
            Kebenaran (kejujuran) berada  pada ucapan, akidah dan perbuatan. Kebenaran dalam ucapan adalah ketika sinergi dengan isi hati atau realitas. Kebenaran akan membawa anda berkeberanian bicara dan berkehati-hatian sebelumnya dan tidak mengatakan tanpa dasar pengetahuan. Ketika membicarakan tentang niatan maka jadikanlah pembicaraan itu sejalan dengan niatan kita. Dan jika berjanji maka jadikanlah niatan memenuhinya sebagai kawan setia kemauan. Janganlah meminta pemahaman tentang sesuatu ketika anda sudah mengetahui dengan maksud membujuk orang-orang yang mendengarkan.

2. Macam-macam Kejujuran
 
Penulis kitab al-Manazil mengatakan bahwa jujur adalah istilah untuk mengungkapkan hakikat sesuatu yang berwujud dan kejadian yang sesuai dengan kenyataannya. Makna lain kejujuran adalah tercapainya sesuatu dengan sempurna, berikut kekuatan dan seluruh elemennya.
1. Jujur dalam berbicara.
            Jujur dalam perkataan adalah bentuk kejmasyhur.Setiap hamba berkewajiban menjaga lisannya , yakni berbicara jujur dan dianjurkan menghindari kata-kata sindiran karena hal itu sepadan dengan kebohongan,  kecuali jika sangat dibutuhkan dan demi kemaslahatan pada saat-saat tertentu.
            Ketika hendak pergi berperang, Rasulullah saw. selalu menyembunyikan maksudnya agar tidak terdengar oleh pihak musuh karena dikhawatirkan mereka akan siaga untuk memerangi beliau. Rasulullah saw. Bersabda: "Tidaklah (dikatakan) pendusta orang yang mendamaikan manusia, berkata baik, dan menyampaikan (berita) baik." (HR Bukhari dan Muslim)
            Seorang hamba wajib jujur ketika dia bermunajat kepada Tuhannya. Misalkan jika dia berikrar, "Sesungguhnya aku hanya menyembah Tuhan yang telah menciptakan langit dan bumi," tetapi ternyata hatinya tidak pernah mengingat Allah swt. dan sibuk dengan kepentingan dunia. Itu berarti dia telah berbohong. Ini adalah perkara yang berkaitan dengan niat yang tulus adalah fondasi setiap amal.
              Setiap muslim dituntut untuk selalu berkata jujur, walau pun bercanda. Rasulullah saw. Bersabda: "Aku akan menjamin rumah dipinggiran surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan walau pun (dalam posisi) benar, dan (aku akan menjamin) rumah di tengah-tengah surga bagi orang yang meninggalkan kata dusta dalam keadaan bercanda, dan (aku akan menjamin) rumah di surga yang paling tinggi bagi orang yang berbudi pekerti tinggi bagi orang yang berbudi pekerti mulia." (HR Abu Dawud; hadits hasan).
               Setiap muslim wajib jujur ketika berjual beli. Dengan kata lain, dia harus berkata jujur, tidak menyuap dan tidak menipu. Tersebarnya Islam di seluruh belahan negara Afrika, bahkan di seluruh pelosok dunia, disebabkan oleh kejujuran orang-orang muslim dalam praktik jual-beli mereka. Orang-orang non muslim takjub dengan kejujuran dan toleransi yang ada pada tubuh umat Islam. Itulah yang menyebabkan mereka berbondong-bondong memeluk Islam. Kini, umat Islam. Kini umat Islam sangat membutuhkan etika dan transaksi yang telah diatur oleh Islam demi mewujudkan kebahagiaan seluruh umat manusia.Kekasih Allah swt. Ibrahim a.s., telah memohon Allah swt. agar menganugerahinya lisan yang jujur. Sebagaimana firman-Nya :"Dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian." (asy-Syu'ara[26]:84)
               Allah swt  pun memuliakannya sebagaimana diceritakandi dalam Al-Qur'an : "Maka ketika dia (Ibrahim) sudah menjauhkan diri dari mereka dan dari apa yang mereka sembah selain Allah, Kami anugerahkan kepadanya Ishaq dan Ya'acub. Dan masing-masing Kami angkat menjadi nabi. Dan Kami anugerahkan kepada mereka sebagian dari rahmat Kami dan Kami jadikan mereka buah tutur yang baik dan mulia." (Maryam [19]:49-50
               Nabi Ibrahim a.s. memohon kepada Allah swt. dengan doa tadi agar bisa mendapatkan keampunan-Nya dan perantara yang dapat membantu seorang hamba untuk beramal saleh. Allah swt. berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki amal-amalmu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia  menang dengan kemenangan yang agung." al-Ahzab [33]:70-71). Sebagaimana dijelaskan dalam beberapa kitab tafsir, maksud dari 'perkataan yang benar' adalah perkataan yang jujur atau kalimat la ilaha illallah.

2. Jujur dalam niat dan kehendak.
             Kejujuran  bergantung pada keikhlasan seseorang. Jika amalnya tidak murni untuk Allah swt., tetapi demi kepentingan nafsunya berarti dia tidak jujur dalam berniat, bahkan bisa dikatakan telah berbohong, seperti kisah tiga orang yang terdapat di dalam hadits berikut ini.
           Rasulullah saw. Bersabda :"Sesungguhnya orang yang pertama kali akan dimasukkan ke neraka adalah orang yang mati syahid. (pada hari Kiamat kelak), dia akan dihadapakan (kepada Allah untuk dihisab), lalu nikmat-nikmat (yang telah diberikan kepadanya ketika di dunia) akan diperlihatkan kepadanya, maka dia pun mengetahuinya. Allah bertanya kepadanya, 'Apa yang kamu lakukan terhadap nikmat-nikmat ini?' Orang terebut menjawab, 'Hamba berperang di jalan-Mu (untuk menegakkan agama-Mu) hingga hamba gugur sebagai syahid." Allah berfirman, 'Kamu bohong, sebenarnya tujuan kamu berperang agar kamu dikatakan sebagai pemberani (pahlawan) dan kamu sudah mendapat gelar itu.' Kemudian Allah memerintahkan (malaikat-Nya) untuk memasukkannya (ke neraka). Kemudian diseretlah wajahnya (kepalanya) dan dilemparkan ke dalam api neraka. Berikutnya, seorang laki-laki penuntut ilmu, lalu dia mengajarkan ilmunya kepada orang lain, dan dia pun gemar membaca Al-Quran. (Pada hari Kiamat kelak, dia akan dihadapkan (kepada Allah untuk dihisab), lalu nikmat-nikmat (yang telah diberikan kepadanya ketika di dunia) akan diperlihatkan kepadanya, maka dia pun mengetahuinya. Allah bertanya kepadanya, "Apa yang kamu lakukan terhadap nikmat-nikmat ini?' Orang tersebut menjawab , '(Hamba gunakan nikmat tersebut) untuk menuntut ilmu, lalu hamba mengajarkan ilmu (yang hamba peroleh kepada orang lain), dan hamba juga gemar membaca Al-Qu'ran ikhlas kerana engkau.' Allah berfirman, 'Kamu bohong, sebenarnya tujuanmu menuntut ilmu agar kamu dikatakan orang alim, dan tujuanmu membaca Al-Qu'ran agar kamu dikatakan qari, dan kamu sudah mendapatkan (gelar itu).' Kemudian Allah memerintahkan (malaikat-Nya) untuk memasukkannya ( ke neraka), lalu diseretlah wajahnya (kepalanya) dan dilemparkanlah dia ke dalam api neraka. Selanjutnya, seorang laki-laki yang dilapang-kan rezekinya oleh Allah dan Ia memberinya semua jenisharta. (Pada hari Kiamat kelak), dia akan dihadapkan (kepada Allah untuk dihisab), lalu nikmat-nikmat (yang telah diberikan kepadanya ketika di dunia) akan diperlihatkan kepadanya, maka dia pun mengetahuinya. Allah bertanya kepadanya, 'Apa yang kamu lakukan terhadap nikmat-nikmat ini?' Orang tersebut menjawab, 'Ham-ba tidak pernah meninggalkan satu jalan (jihad) pun yang Tuhan kehendaki agar (hamba) berinfak di jalantersebut, kecuali hamba berinfak dengan ikhlas karena engkau. Allah befirman kepadanya, 'Kamu bohong, sebenarnya tujuan kamu berinfak agar kamu disebut sebagai dermawan, dan kamu sudah mendapatkan gelar itu.' Kemudian Allah memerintahkan (malaikat-Nya) untuk memasukkan (ke neraka) lalu diseretlah wajahnya (kepalanya) dan dilemparkan dia ke dalam api neraja." (HR Muslim)

3.  Jujur dalam berkeinginan dan dalam meralisaikannya.
            Keinginan atau tekad yang dimaksudkan adalah seperti perkataan seseorang, "Jika Allah memberiku harta, akau akan menginfakkan semuanya." Keinginan seperti ini ada kalanya benar-benar jujur dan da kalanya pula masih diselimuti kebimbangan. Kejujuran dalam merialisasikan keinginan, seperti apabila seseorang bertekad dengan jujur untuk bersedekah. Tekas tersebut bisa terlaksana bisa juga tidak. Penyebab tidak terealisainya tekad tersebut bisa saja karena dia memiliki kebuntuan yang mendesak, tekadnya hilang, atau lebih mengedepankan kepentingan nafsunya. Berkaitan dengan hal ini Allah swt. Berfirman : "Di anatara orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Dan di anatar me yang gugur, dan di ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak sedikit pun tidak mngubah (janjinya)." (al-Ahzab [33]: 23)
              Berkaitan dengan sifat jujur dalam menepati janji, Allah swt. memuji Nabi Ismail a.s. dan memerintahkan kita agar meneladaninya. Sebagaimana firman-Nya:"Dan ceritakanlah (Muhammad) kisah Ismail di dalam Kitab (Al-Qur'an). Dia benar-benar seorang yang benar janjinya, seorang rasul dan nabi." (Maryam [19]:54)


4. Jujur dalam bertindak
              Kejujuran dalam bertindak berarti tidak ada perbedaan antara niat dan perbuatan. Jujur dalam hal ini juga bisa berarti tidak berpura-pura khusyu dalam beramal sedangkan hatinya tidaklah demikian.
              Salah seorang sahabat pernah berkata, "Aku berlindung kepda Allah swt. dari khusyu munafik." Para sahabat yang lain bertanya, "Apa yang kamu maksud dengan khusyu yang munafik?' Sahabat itu menjawab, "Itu adalah jika kalian melihat gerakan tubuh khusyu, padahal tidak demikian dengan hatinya." Muthraf berkata, "Apabila niat dan amalan seorang hamba tidak berbeda, Allah swt. akan berfirman, 'Inilah hamba-Ku yang sebenarnya.' Kejujuran adalah dasar keimanan dan syarat diterima amal dan ketaatan. Allah swt. menjanjikan pahala dan kedudukan khusus bagi orang-orang yang senantiasa bersikap jujur. Kejujuran adalah dasar keimanan dan syarat diterimanya amal dan ketaatan Allah swt. menjanjikan pahala dan kedudukan khusus bagi oprang-orang yang senantiasa bersikap jujur. Kejujuran adalah kunci setiap kebaikan, pembeda antara orang yang beriman dan orang munafik, serta pintu dan jalan untuk sampai ke derajat orang-orang yang jujur, yaitu derajat yang paling bagi makhluk setelah derajat para nabi dan rasul."

5.    Jujur dalam hal keagamaan.
        Jujur dalam agama adalah derajat kejujuran tertinggi, seperti jujur dalam rasa takut kepada Allah swt., mengharap ridha-Nya, zuhud, rela dengan pemberi-Nya, cinta dan tawakal. Semua perkara tadi memiliki fondasi yang menjadi tolok ukur kejujuran seseorang dalam menyikapinya. kejujuran juga memiliki tujuan dan hakikat. Orang yang jujur adalah mereka yang mampu mencapai hakikat semua perkara tadi dan mampu mengalahkan keinginan nafsunya. Sebagaimana dijelaskan oleh Allah swt. di dalam firman-Nya: "Kebajikan itu bukanlah menghdapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi serta memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, nak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan (musafir), peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, orang-orang  yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan, dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa."(al-Baqarah [2]:177)