Kata jujur adalah kata yang digunakan untuk menyatakan sebuah kebenaran atau bisa dikatakan sebuah pengakuan akan sesuatu yang benar. Semisal apabila ada seseorang yang menceritakan informasi tentang gambaran suatu kejadian atau peristiwa kepada orang lain tanpa ada “perubahan” (sesuai dengan realitasnya ) maka sikap yang seperti itulah yang disebut dengan jujur.
Menurut al-Raghib, jumhur ulama’ berkata : “kebenaran atau
kejujuran adalah bila sesuai dengan realitas, sedangkan kedustaan adalah
ketika berbeda dengan realitas”. Ulama’ lain berkata : “kebenaran
adalah apa yang sesuai dengan keyakinan, sedangkan kedustaan adalah apa
yang berbeda dengan keyakinan”. Kejujuran (kebenaran) ialah nilai dari
keutamaan yang utama-utama dan pusat akhlak, dimana dengan kejujuran
maka suatu bangsa menjadi teratur, segala urusan menjadi tertib dan
perjalananya adalah perjalanan yang mulia. Kejujuran akan mengangkat
harkat pelakunya di tengah manusia, maka ia menjadi orang terpercaya,
pembicaraanya disukai, ia dicintai orang-orang, ucapanya diperhitungkan
oleh para penguasa, dan persaksianya diterima di pengadilan. Dengan ini
Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk berlaku jujur, sebagaimana juga
Al-Qur’an memerintahkan kepada kita dalam firmanya Artinya: “Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan bersamalah
kalian dengan orang-orang yang benar atau jujur”. (9/Al-Taubah 119.)
Kebenaran (kejujuran) berada pada ucapan, akidah dan
perbuatan. Kebenaran dalam ucapan adalah ketika sinergi dengan isi hati
atau realitas. Kebenaran akan membawa anda berkeberanian bicara dan
berkehati-hatian sebelumnya dan tidak mengatakan tanpa dasar
pengetahuan. Ketika membicarakan tentang niatan maka jadikanlah
pembicaraan itu sejalan dengan niatan kita. Dan jika berjanji maka
jadikanlah niatan memenuhinya sebagai kawan setia kemauan. Janganlah
meminta pemahaman tentang sesuatu ketika anda sudah mengetahui dengan
maksud membujuk orang-orang yang mendengarkan.
2. Macam-macam Kejujuran
2. Macam-macam Kejujuran
Penulis
kitab al-Manazil mengatakan bahwa jujur adalah istilah untuk
mengungkapkan hakikat sesuatu yang berwujud dan kejadian yang sesuai
dengan kenyataannya. Makna lain kejujuran adalah tercapainya sesuatu
dengan sempurna, berikut kekuatan dan seluruh elemennya.
1. Jujur dalam berbicara.
Jujur dalam perkataan adalah bentuk kejmasyhur.Setiap hamba
berkewajiban menjaga lisannya , yakni berbicara jujur dan dianjurkan
menghindari kata-kata sindiran karena hal itu sepadan dengan kebohongan,
kecuali jika sangat dibutuhkan dan demi kemaslahatan pada saat-saat
tertentu.
Ketika hendak pergi berperang, Rasulullah saw. selalu
menyembunyikan maksudnya agar tidak terdengar oleh pihak musuh karena
dikhawatirkan mereka akan siaga untuk memerangi beliau. Rasulullah saw.
Bersabda: "Tidaklah (dikatakan) pendusta orang yang mendamaikan manusia,
berkata baik, dan menyampaikan (berita) baik." (HR Bukhari dan Muslim)
Seorang hamba wajib jujur ketika dia bermunajat kepada
Tuhannya. Misalkan jika dia berikrar, "Sesungguhnya aku hanya menyembah
Tuhan yang telah menciptakan langit dan bumi," tetapi ternyata hatinya
tidak pernah mengingat Allah swt. dan sibuk dengan kepentingan dunia.
Itu berarti dia telah berbohong. Ini adalah perkara yang berkaitan
dengan niat yang tulus adalah fondasi setiap amal.
Setiap muslim dituntut untuk selalu berkata jujur, walau
pun bercanda. Rasulullah saw. Bersabda: "Aku akan menjamin rumah
dipinggiran surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan walau pun
(dalam posisi) benar, dan (aku akan menjamin) rumah di tengah-tengah
surga bagi orang yang meninggalkan kata dusta dalam keadaan bercanda,
dan (aku akan menjamin) rumah di surga yang paling tinggi bagi orang
yang berbudi pekerti tinggi bagi orang yang berbudi pekerti mulia." (HR
Abu Dawud; hadits hasan).
Setiap muslim wajib jujur ketika berjual beli. Dengan kata
lain, dia harus berkata jujur, tidak menyuap dan tidak menipu.
Tersebarnya Islam di seluruh belahan negara Afrika, bahkan di seluruh
pelosok dunia, disebabkan oleh kejujuran orang-orang muslim dalam
praktik jual-beli mereka. Orang-orang non muslim takjub dengan kejujuran
dan toleransi yang ada pada tubuh umat Islam. Itulah yang menyebabkan
mereka berbondong-bondong memeluk Islam. Kini, umat Islam. Kini umat
Islam sangat membutuhkan etika dan transaksi yang telah diatur oleh
Islam demi mewujudkan kebahagiaan seluruh umat manusia.Kekasih Allah
swt. Ibrahim a.s., telah memohon Allah swt. agar menganugerahinya lisan
yang jujur. Sebagaimana firman-Nya :"Dan jadikanlah aku buah tutur yang
baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian." (asy-Syu'ara[26]:84)
Allah swt pun memuliakannya sebagaimana diceritakandi
dalam Al-Qur'an : "Maka ketika dia (Ibrahim) sudah menjauhkan diri dari
mereka dan dari apa yang mereka sembah selain Allah, Kami anugerahkan
kepadanya Ishaq dan Ya'acub. Dan masing-masing Kami angkat menjadi nabi.
Dan Kami anugerahkan kepada mereka sebagian dari rahmat Kami dan Kami
jadikan mereka buah tutur yang baik dan mulia." (Maryam [19]:49-50
Nabi Ibrahim a.s. memohon kepada Allah swt. dengan doa
tadi agar bisa mendapatkan keampunan-Nya dan perantara yang dapat
membantu seorang hamba untuk beramal saleh. Allah swt. berfirman: "Wahai
orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah
perkataan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki amal-amalmu dan
mengampuni dosa-dosamu. Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya,
maka sungguh, dia menang dengan kemenangan yang agung." al-Ahzab
[33]:70-71). Sebagaimana dijelaskan dalam beberapa kitab tafsir, maksud
dari 'perkataan yang benar' adalah perkataan yang jujur atau kalimat la
ilaha illallah.
2. Jujur dalam niat dan kehendak.
Kejujuran bergantung pada keikhlasan seseorang. Jika
amalnya tidak murni untuk Allah swt., tetapi demi kepentingan nafsunya
berarti dia tidak jujur dalam berniat, bahkan bisa dikatakan telah
berbohong, seperti kisah tiga orang yang terdapat di dalam hadits
berikut ini.
Rasulullah saw. Bersabda :"Sesungguhnya orang yang pertama
kali akan dimasukkan ke neraka adalah orang yang mati syahid. (pada hari
Kiamat kelak), dia akan dihadapakan (kepada Allah untuk dihisab), lalu
nikmat-nikmat (yang telah diberikan kepadanya ketika di dunia) akan
diperlihatkan kepadanya, maka dia pun mengetahuinya. Allah bertanya
kepadanya, 'Apa yang kamu lakukan terhadap nikmat-nikmat ini?' Orang
terebut menjawab, 'Hamba berperang di jalan-Mu (untuk menegakkan
agama-Mu) hingga hamba gugur sebagai syahid." Allah berfirman, 'Kamu
bohong, sebenarnya tujuan kamu berperang agar kamu dikatakan sebagai
pemberani (pahlawan) dan kamu sudah mendapat gelar itu.' Kemudian Allah
memerintahkan (malaikat-Nya) untuk memasukkannya (ke neraka). Kemudian
diseretlah wajahnya (kepalanya) dan dilemparkan ke dalam api neraka.
Berikutnya, seorang laki-laki penuntut ilmu, lalu dia mengajarkan
ilmunya kepada orang lain, dan dia pun gemar membaca Al-Quran. (Pada
hari Kiamat kelak, dia akan dihadapkan (kepada Allah untuk dihisab),
lalu nikmat-nikmat (yang telah diberikan kepadanya ketika di dunia) akan
diperlihatkan kepadanya, maka dia pun mengetahuinya. Allah bertanya
kepadanya, "Apa yang kamu lakukan terhadap nikmat-nikmat ini?' Orang
tersebut menjawab , '(Hamba gunakan nikmat tersebut) untuk menuntut
ilmu, lalu hamba mengajarkan ilmu (yang hamba peroleh kepada orang
lain), dan hamba juga gemar membaca Al-Qu'ran ikhlas kerana engkau.'
Allah berfirman, 'Kamu bohong, sebenarnya tujuanmu menuntut ilmu agar
kamu dikatakan orang alim, dan tujuanmu membaca Al-Qu'ran agar kamu
dikatakan qari, dan kamu sudah mendapatkan (gelar itu).' Kemudian Allah
memerintahkan (malaikat-Nya) untuk memasukkannya ( ke neraka), lalu
diseretlah wajahnya (kepalanya) dan dilemparkanlah dia ke dalam api
neraka. Selanjutnya, seorang laki-laki yang dilapang-kan rezekinya oleh
Allah dan Ia memberinya semua jenisharta. (Pada hari Kiamat kelak), dia
akan dihadapkan (kepada Allah untuk dihisab), lalu nikmat-nikmat (yang
telah diberikan kepadanya ketika di dunia) akan diperlihatkan kepadanya,
maka dia pun mengetahuinya. Allah bertanya kepadanya, 'Apa yang kamu
lakukan terhadap nikmat-nikmat ini?' Orang tersebut menjawab, 'Ham-ba
tidak pernah meninggalkan satu jalan (jihad) pun yang Tuhan kehendaki
agar (hamba) berinfak di jalantersebut, kecuali hamba berinfak dengan
ikhlas karena engkau. Allah befirman kepadanya, 'Kamu bohong, sebenarnya
tujuan kamu berinfak agar kamu disebut sebagai dermawan, dan kamu sudah
mendapatkan gelar itu.' Kemudian Allah memerintahkan (malaikat-Nya)
untuk memasukkan (ke neraka) lalu diseretlah wajahnya (kepalanya) dan
dilemparkan dia ke dalam api neraja." (HR Muslim)
3. Jujur dalam berkeinginan dan dalam meralisaikannya.
Keinginan atau tekad yang dimaksudkan adalah seperti
perkataan seseorang, "Jika Allah memberiku harta, akau akan menginfakkan
semuanya." Keinginan seperti ini ada kalanya benar-benar jujur dan da
kalanya pula masih diselimuti kebimbangan. Kejujuran dalam
merialisasikan keinginan, seperti apabila seseorang bertekad dengan
jujur untuk bersedekah. Tekas tersebut bisa terlaksana bisa juga tidak.
Penyebab tidak terealisainya tekad tersebut bisa saja karena dia
memiliki kebuntuan yang mendesak, tekadnya hilang, atau lebih
mengedepankan kepentingan nafsunya. Berkaitan dengan hal ini Allah swt.
Berfirman : "Di anatara orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati
apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Dan di anatar me yang
gugur, dan di ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak sedikit
pun tidak mngubah (janjinya)." (al-Ahzab [33]: 23)
Berkaitan dengan sifat jujur dalam menepati janji, Allah
swt. memuji Nabi Ismail a.s. dan memerintahkan kita agar meneladaninya.
Sebagaimana firman-Nya:"Dan ceritakanlah (Muhammad) kisah Ismail di
dalam Kitab (Al-Qur'an). Dia benar-benar seorang yang benar janjinya,
seorang rasul dan nabi." (Maryam [19]:54)
4. Jujur dalam bertindak
Kejujuran dalam bertindak berarti tidak ada perbedaan
antara niat dan perbuatan. Jujur dalam hal ini juga bisa berarti tidak
berpura-pura khusyu dalam beramal sedangkan hatinya tidaklah demikian.
Salah seorang sahabat pernah berkata, "Aku berlindung kepda
Allah swt. dari khusyu munafik." Para sahabat yang lain bertanya, "Apa
yang kamu maksud dengan khusyu yang munafik?' Sahabat itu menjawab, "Itu
adalah jika kalian melihat gerakan tubuh khusyu, padahal tidak demikian
dengan hatinya." Muthraf berkata, "Apabila niat dan amalan seorang
hamba tidak berbeda, Allah swt. akan berfirman, 'Inilah hamba-Ku yang
sebenarnya.' Kejujuran adalah dasar keimanan dan syarat diterima amal
dan ketaatan. Allah swt. menjanjikan pahala dan kedudukan khusus bagi
orang-orang yang senantiasa bersikap jujur. Kejujuran adalah dasar
keimanan dan syarat diterimanya amal dan ketaatan Allah swt. menjanjikan
pahala dan kedudukan khusus bagi oprang-orang yang senantiasa bersikap
jujur. Kejujuran adalah kunci setiap kebaikan, pembeda antara orang yang
beriman dan orang munafik, serta pintu dan jalan untuk sampai ke
derajat orang-orang yang jujur, yaitu derajat yang paling bagi makhluk
setelah derajat para nabi dan rasul."
5. Jujur dalam hal keagamaan.
Jujur dalam agama adalah derajat kejujuran tertinggi, seperti
jujur dalam rasa takut kepada Allah swt., mengharap ridha-Nya, zuhud,
rela dengan pemberi-Nya, cinta dan tawakal. Semua perkara tadi memiliki
fondasi yang menjadi tolok ukur kejujuran seseorang dalam menyikapinya.
kejujuran juga memiliki tujuan dan hakikat. Orang yang jujur adalah
mereka yang mampu mencapai hakikat semua perkara tadi dan mampu
mengalahkan keinginan nafsunya. Sebagaimana dijelaskan oleh Allah swt.
di dalam firman-Nya: "Kebajikan itu bukanlah menghdapkan wajahmu ke arah
timur dan ke barat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang
beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan
nabi-nabi serta memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, nak
yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan (musafir),
peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan
shalat dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji apabila
berjanji, dan orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan, dan pada
masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar dan mereka itulah
orang-orang yang bertakwa."(al-Baqarah [2]:177)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar